Selasa, 16 Maret 2010

Teman Duduk

Ketika teman-teman seumuran mereka saat itu tengah bersenda gurau menikmati makanan dan minuman ringan di tenda-tenda makanan yang berjajar di sepanjang jalan S. Supriadi untuk menghabiskan malam minggu, ia dan beberapa teman yang lain tengah duduk berhalaqah di sebuah masjid membicarakan tema-tema keislaman dari sebuah buku.
Jumlah mereka tidaklah lebih dari lima belas anak. Empat atau lima di antara mereka adalah perempuan, sedangkan sisanya adalah laki-laki. Di antara keduanya dipisahkan selembar kain tabir berwarna hijau gelap.
Begitu heningnya suasana masjid saat itu. Hanya suara dari sang pemateri yang terdengar lantang. Sesekali ada di antara peserta yang memotong pembicaraan untuk sekedar bertanya. Begitu hening.... sobat sekalian bisa membayangkan sendiri bagaimana keadaan sebuah masjid seusai shalat isya’!
Sekarang coba sobat muda pikirkan.... Bagaimana mereka dapat tahan dengan suasana yang sangat hening dan condong kepada kegiatan yang membosankan?! Mereka dapat bertahan di dalamnya, sedangkan teman-teman seusianya sedang menikmati malam panjang dengan musik-musik yang ’menghibur hati’?!
Bagaimana mereka dapat bersabar, hanya duduk mendengarkan petuah-petuah dan kisah-kisah generasi awal dan terbaik dalam sejarah islam...?! padahal teman-teman seusia mereka minimal tengah berleha di atas sofa mendengar dan melihat kisah-kisah sandiwara berselimut noda dari televisi.
Bagaimana mereka dapat rajin menghadirinya, padahal tidak hanya sekali atau dua kali... Melainkan setiap malam minggu. Dan malam ini adalah malam yang menginjak satu setengah tahun kegiatan tersebut.
Siapakah mereka wahai sobat? Merekalah para pemuda dan pemudi yang hati mereka senantiasa tertambat di masjid. Mereka dengan semangat datang semata-mata untuk menjaga dan mempertahankan apa yang telah mereka yakini dari ajaran generasi awal nan terbaik dari umat manusia.
Merekalah pemuda yang memperhatikan kebaikan perilaku dan keikhlasan hati, tentunya perilaku yang baik menurut Islam dan keikhlasan yang benar pula menurutnya, meski dengan seperti itu banyak orang menganggap mereka pemuda yang aneh dan berlebihan dalam beragama.
”Saya rasa jadi remaja itu yang biasa-biasa saja, bebas berkreasi dan tidak perlu terbatasi dengan keadaan seperti itu. Pake jilbab, pake gamis, baju koko.... Itu semua berlebihan. Dan bahkan itu dapat mengganggu psikologinya karena yang mereka lakukan itu tidak sesuai dengan keadaan remaja kebanyakan....” Salah satu komentar seorang bapak terhadap pemuda pemudi tersebut.
Itulah sebagian kecil dari teman-teman kita sobat, yang mana mereka telah diberikan taufiq oleh Allah sehingga mereka dapat berkumpul di masjid untuk sekedar berdiskusi atau hanya mendengar materi yang disajikan.
Semoga kita mampu meneladani mereka, dan penulis berharap Allah memperbanyak jumlah mereka. Memperbanyak jumlah mereka di akhir zaman ini, sehingga mereka mampu hadir di tengah masyarakat yang kebanyakan dari mereka telah menjauh dari Ad-dien yang mulia ini. Menjadikan para pemuda itu laksana lentera di tengah gelap gulitanya malam, serta menjadi air yang mampu melepas dahaga para musafir di sebuah hamparan padang pasir yang gersang. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar