Selasa, 16 Maret 2010

Air Wudhu Air Laut

Hujan yang turun sore ini begitu deras. Ditambah lagi tiupan angin menambah kerasnya gemuruh titik-titik air hujan yang jatuh di atas atap seng. Namun begitu tetap saja ada sebagian orang yang berada di luar rumah, berada di jalan raya. Entah apa yang sedang mereka usahakan. Dengan segala kepentingan dan urusan masing-masing.

Masih basah alis mata ini dikarenakan bekas air wudhu sholat dhuhur tadi. Yang mana sisa air wudhu lainnya kini telah melalui lubang-lubang pembuangan air di sela-sela bangunan. Mengalir dan terus mengalir. Bertemu dan bercampur dengan jenis-jenis cairan lainnya. Ada yang kotor dan bersih.

Hingga akhirnya berkumpullah semua air dari komplek perumahan itu pada sebuah sungai yang tempat berkumpul akhirnya adalah lautan.

Rosululloh bersabda tentang laut “Laut, suci airnya dan halal bangkainya.” Air selokan yang tadinya didominasi dengan zat-zat yang kotor dan bersifat najis, kini telah menjadi suci ketika mereka berkumpul di sebuah tempat yang bernama lautan. Sungguh inilah rahmat Alloh yang teramat sangat kepada hambanya.
Air laut ini lantas menguap dengan bantuan panas matahari. Jadilah air-air itu sekumpulan awan yang berada di langit. Angin-angin di sekelilingnya terus meniup sehingga membawanya bergeser hingga berada di atas daratan. Salah satunya adalah awan di atas rumah saya saat ini. Awan-awan berwarna kelabu yang terlihat begitu berat dengan beban yang mereka bawa.

Ketika tiba waktunya, maka… hujan inilah yang kita peroleh dari sang awan. Oleh-oleh darinya dari laut. Yang jika kita mau merenungi, air ini adalah air yang tadinya kita gunakan untuk berwudhu. Atau air-air lainnya yang kita gunakan sehari-hari.

Perhatikan saudaraku, bagaimana Alloh dengan mudah menjadikan sesuatu yang awalnya bersih, lantas kotor, lantas menjadi bersih kembali. Seperti itulah kiranya kita. Kita dilahirkan dalam keadaan fitrah, sebagaimana sabda Rosululloh “Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang menjadikan dia seorang yahudi, atau majusi atau nashrani.”. Seiring perjalanan, tentunya ada dosa-dosa yang kita lakukan.

Maka sebagaimana siklus air di atas, jika laut menjadi tempat pembersih air-air yang sebelumnya kotor, maka istighfar dan taubat menjadikan kita kembali lagi menjadi bersih seperti sedia kala.

Namun, kita memiliki perbedaan dengan air. Perbedaan yang menguntungkan kita- semata-mata dikarenakan rahmat dan rahim Alloh kepada kita. Yaitu, kita tidak perlu menunggu sampai di laut sehingga kotoran-kotoran tersebut dapat hilang dan kembali menjadi suci. Sungguh, ucapan istighfar dapat dengan mudah kita lakukan kapanpun dan di manapun, yang mana dengannya akan berguguran dosa-dosa kita- dengan izin Alloh.

Bagaimana kiranya jika kita sama dengan air… yang harus menunggu hingga tiba di laut? Bagaimana pula kiranya jika kita sebagai air yang telah kotor tidak bisa tiba di lautan? Apakah kita akan terus menjadi air yang kotor?

Tidak! Kita tidak akan menjadi air yang kotor selamanya. Karena kita adalah manusia , bukan air.
Maka… ketika nafas ini masih berhembus… tunggu apa lagi, segeralah beristighfar atas setiap dosa dan kesalahan yang kita lakukan. Semoga Alloh mengampuni semua dosa dan kesalahan kita.

Jika telah menjadi laksana air-air yang bersih, kembalilah untuk memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada orang di sekeliling kita. Menghilangkan dahaga orang-orang yang haus akan nasihat-nasihat Islami, membantu orang lain mensucikan dirinya dengan menjadi perantara antara dia dengan Alloh, menjadi perantara antara dia dengan ilmu syariat dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar